Pesta Demokrasi 2024 telah usai dan saya jatuh pada sebuah kesadaran bahwa Indonesia dihadapkan pada sebuah bom waktu yang mengancam masa depannya: stunting, literasi rendah, dan politik uang. Ketiga fenomena ini saling terkait dan berpotensi melahirkan krisis kepemimpinan dan memperlemah demokrasi.
Stunting, di mana anak-anak mengalami kekurangan gizi kronis dan terhambat pertumbuhannya, memiliki dampak serius pada perkembangan otak. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kemampuan belajar, memori, dan konsentrasi, yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat literasi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022 menunjukkan bahwa 24,4% anak balita di Indonesia mengalami stunting. Angka ini masih jauh di atas target nasional 14% yang ingin dicapai pada tahun 2024.
Rendahnya tingkat literasi menghambat masyarakat untuk mengakses informasi, berpikir kritis, dan berpartisipasi aktif dalam demokrasi. Survei BPS tahun 2021 menunjukkan bahwa Indeks Literasi Masyarakat Indonesia baru mencapai 59,33, yang tergolong rendah dibandingkan negara-negara lain.
Hal ini diperparah dengan praktik politik uang yang menjerat masyarakat miskin. Oligarki, sekelompok kecil elit yang memiliki kekuasaan dan pengaruh besar, memanfaatkan ketidaktahuan dan keterbatasan ekonomi masyarakat untuk membeli suara mereka.
Kondisi ini dapat melahirkan pemimpin yang kurang berkualitas. Mereka yang terpilih bukan karena kemampuan dan kapabilitasnya, melainkan karena kepopuleran dan manipulasi politik. Pemimpin yang tidak kompeten ini dapat membahayakan masa depan bangsa.
Comments
Post a Comment