Skip to main content

Berkunjung Ke Tongke-tongke Sinjai | Tongke-Tongke Mangrove Forest

Hutan mangrove Tongke-Tongke, yang terletak di Desa Tongke-Tongke, Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, merupakan salah satu destinasi wisata penting di daerah tersebut. Kawasan ini telah ditetapkan sebagai desa wisata oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno, yang semakin meningkatkan popularitasnya sebagai tujuan wisata yang menarik.

Dengan lokasinya yang hanya sekitar 5 km dari pusat kota Sinjai, hutan mangrove Tongke-Tongke seluas 173,5 hektar ini telah menjadi daya tarik bagi wisatawan lokal dan luar daerah, terutama pada hari libur. Keindahan alamnya semakin meningkat dengan adanya pembangunan dan penataan yang baik, termasuk jalanan tracking yang kokoh, bangunan bungalow, dan menara pantau setinggi sekitar 10 meter.

Kawasan ini telah dilengkapi dengan pos pelayanan tiket, dengan harga masuk tiket yang terjangkau, yaitu Rp10 ribu untuk dewasa dan Rp5 ribu untuk anak-anak. Saat berkunjung ke Tongke-Tongke, para pengunjung dapat menemui Besse, pengelola salah satu warung terapung di kawasan ini. Warung ini terpisah oleh sebuah jembatan kecil dari jalanan tracking utama, dan menyajikan makanan dan minuman bagi para pengunjung.

Tongke-Tongke telah mengalami banyak pembangunan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk pembangunan jalanan tracking dan bungalow, serta upaya penanaman mangrove yang lebih luas di luar kawasan. Pemerintah bersama warga setempat juga semakin tegas dalam menjaga kawasan ini dari pengrusakan dan eksploitasi, baik untuk kepentingan pembangunan maupun pengambilan bahan baku kayu.

Hutan mangrove Tongke-Tongke merupakan perpaduan antara mangrove alami dan hasil rehabilitasi. Program rehabilitasi hutan mangrove ini telah dilakukan sejak tahun 1986 oleh masyarakat desa secara swadaya, dengan dukungan dari Kelompok Pencinta Sumber Daya Alam - Aku Cinta Indonesia (KPSDA-ACI).

Keberadaan hutan mangrove ini tidak hanya memberikan manfaat bagi sektor pariwisata, tetapi juga berkontribusi pada ekosistem laut dan pencegahan abrasi pantai. Dalam beberapa kasus, hutan mangrove ini telah membuktikan perannya dalam melindungi kampung dari banjir bandang dan gempa.

Pengunjung di Tongke-Tongke juga dapat menyaksikan dan berinteraksi dengan beragam fauna, seperti berbagai jenis udang, kepiting, ular pohon, kelelawar, burung bangau, dan burung belibis. Ada pula beragam fauna lautan seperti tiram, ikan, dan beberapa jenis gastropoda dan bivalvia.

Kawasan hutan mangrove Tongke-Tongke tidak hanya memberikan pengalaman wisata yang menarik, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat, terutama nelayan ikan dan kepiting. Peningkatan kesadaran akan pentingnya pelestarian hutan mangrove ini telah mengarah pada semakin banyaknya warga yang ikut terlibat dalam penanaman dan menjaga kawasan ini.

**Tongke-Tongke Mangrove Forest**

Tongke-Tongke Mangrove Forest, located in the village of Tongke-Tongke, East Sinjai District, Sinjai Regency, South Sulawesi, is one of the prominent tourist destinations in the region. This area has been designated as a tourist village by the Minister of Tourism and Creative Economy, Sandiaga Salahuddin Uno, which has further increased its popularity as an attractive tourist destination.

With its location just about 5 km from the city center of Sinjai, the 173.5-hectare Tongke-Tongke mangrove forest has become a magnet for local and out-of-town tourists, especially during holidays. Its natural beauty is enhanced by well-built tracking paths, bungalow buildings, and a watchtower standing at approximately 10 meters high.

The area is equipped with a ticket service post, and the ticket prices are affordable, at Rp10,000 for adults and Rp5,000 for children. During a visit to Tongke-Tongke, visitors can meet Bes

se, the manager of one of the floating warungs in the area. The warung is separated by a small bridge from the main tracking path and serves food and drinks for the visitors.

Tongke-Tongke has undergone various developments in recent years, including the construction of tracking paths and bungalows, as well as extensive mangrove planting efforts outside the designated area. The local government, together with the residents, is also committed to protecting the area from destruction and exploitation, both for development purposes and wood harvesting.

The Tongke-Tongke mangrove forest is a combination of natural mangroves and rehabilitation efforts. The mangrove rehabilitation program has been carried out since 1986 by the village community through voluntary initiatives, with support from the Community of Nature Resource Lovers - I Love Indonesia (KPSDA-ACI).

The presence of the mangrove forest not only benefits the tourism sector but also contributes to the marine ecosystem and coastal erosion prevention. In some cases, the mangrove forest has proven its role in protecting the village from flash floods and earthquakes.

Visitors at Tongke-Tongke can also observe and interact with various fauna, such as different types of shrimp, crabs, tree snakes, bats, herons, and storks. There are also various marine fauna, such as clams, fish, and several species of gastropods and bivalves.

The Tongke-Tongke mangrove forest area not only provides an exciting tourist experience but also offers economic benefits to the local community, especially fishermen who catch fish and crabs. The increased awareness of the importance of preserving the mangrove forest has led to more residents participating in planting and protecting this valuable area.

Comments

Popular posts from this blog

Sandra Yang Kukenal

Sandra Dewi Hubungan saya dengan wanita kelahiran Pangkalpinang, Bangka Belitung itu tidak sedekat dulu. Perbedaan keyakinan dan kesibukan masing-masing membuat kami jarang memiliki waktu untuk bertemu. Ketika Sandra Dewi memutuskan pindah ke Jakarta pada tahun 2001 untuk melanjutkan kuliahnya, saya tetap tetap tinggal di kampung saya di Galesong dan melanjutkan sekolah di bangku kelas 6 Sekolah Dasar. Kecantikannya membuat wanita penggemar Disney ini banyak dilirik oleh produser dunia hiburan di Jakarta. Awalnya hanya ikut kontes kecantikan, ia menang. Setelahnya, karirnya terus menanjak. Sandra, begitu saya sering memanggilnya dulu, ini terlibat di beberapa proyek film layar lebar yang membuat namanya semakin tenar. Ia kemudian mencoba peruntungan di dunia tarik suara, kurang sukses, tapi namanya sudah terlanjur tenar. Karena tuntutan profesi dan cicilan yang masih banyak, Sandra kemudian menjadi presenter sebuah acara musik di stasiun TV swasta di Jakarta. Acara ini berlangsung cuku...

Menu Yang Sama

Penjual Daging Ayam di Bontopajja Waktu seperti berhenti di tempat jagal ayam potong. Bunyi pisau menyayat setiap bagian danging dan tulang ayam, menghadirkan irama yang perlahan menyadarkankanku, Ramadan akan segera beranjak pergi. Semacam ritual tahunan menjelang hari raya idul Fitri. Tahun ini giliranku mencari bahan opor ayam. Pukul sebelas lebih sedikit, saya memilih datang lebih awal saat antriannya belum ramai. Belajar dari tahun-tahun sebelumnya waktu sore menjadi saat yang tidak saya sarankan datang ke tempat jagal ini. Menu opor telah menjelma sebagai rasa yang mewakili kepergian bulan ramadan. Karinya seperti ucapan "see you goodbye". Aroma kelapa dan santannya menjadi pelatuk momen perpisahan. Besok tak sama lagi walau menu yang hadir mungkin sama. Kehangatan bulan kesembilan dalam penanggalan hijriah ini memang tak ada tandingannya. Dahaga dan lapar adalah bumbu dari perjuangan sebulan lamanya. Entah dari mana tetapi magis bulan ramadan selalu sama dan akan tetap...

Ridwan Sau dan Gen Z

Ridwan Sau Ridwan Sau seperti mendapatkan angin keduanya di era sosial media ini. Pelantung lagu daerah berbahasa Makassar yang tenar di awal era 2000-an kini kembali sibuk mengisi panggung-panggung di sekitaran Sulawesi. Lagunya yang akrab di teliga remaja 90-an ke bawah ini juga ternyata bisa sangat diterima oleh generasi-Z. Fenomena Ridwan Sau, menjadi bukti bahwa lagu-lagu pop daerah tak lekang oleh waktu. Di era digital ini, di mana musik modern dan internasional mendominasi, lagu-lagu lawas seperti yang dipopulerkan oleh Ridwan Sau kembali digemari oleh generasi muda, khususnya Gen Z. Media sosial, seperti TikTok dan YouTube, menjadi platform utama yang mempopulerkan kembali lagu-lagu pop daerah. Gen Z, yang dikenal aktif di media sosial, terpapar dengan konten-konten kreatif yang menggunakan lagu-lagu tersebut. Data menunjukkan bahwa 85% Gen Z di Indonesia menggunakan TikTok [Sumber: Katadata]. Platform ini telah melahirkan tren baru, seperti "dance challenge" dan ...