Skip to main content

Raja Kecil di Desa

Beberapa hari yang lalu, di kabupaten Takalar, ada 49 desa yang melaksanakan Pilkades. Seharusnya 51 desa, ada 2 desa yang batal melaksanakan, penyebabnya sama, panitia pemilihan level desanya khilaf. Sengaja khilaf, atau entahlah.

Di kabupaten Takalar ada 100 desa dan kelurahan, desanya ada 70-an lebih. Lebihnya saya sudah lupa.

49 desa itu telah lama menunggu, selama hampir dua tahun kepala desanya dijabat oleh "Pejabat Sementara" bentukan pemerintah kabupaten.

Sejatinya Pilkades serentak di kabupaten Takalar dilaksanakan 2020 lalu. Pandemi virus datang, semua rencana amburadul. Dana difokuskan ke penanganan kesehatan masyarakat. Bukan hanya dana, faktor pembatasan kegiatan masyarakat juga jadi alasan.

17 November 2021, hari Rabu, sebagian besar warga Takalar melaksanakan pesta. Pesta demokrasi, demokrasi yang bernilai mahal. Banyak yang mesti dibayarkan, banyak uang yang digelontorkan.

Seperti menjadi pengaturan dasar masyarakat kita, pesta demokrasi kental dengan nuansa politik uang.

"Saya ambilki uangnya, dua ratus ribu, kalau terpilih mi, tidak akan na ingat maki." Ujar seseorang yang saya tanya.

Hasil penelitian di sebuah jurnal ilmiah menyampaikan fakta, politik uang di masyarakat sudah menjadi budaya. Banyak faktor yang menyebabkan itu. Faktor ekonomi tapi kebanyakan karena tingkat dan kwalitas pendidikan politik warga.

Miris memang, tak banyak yang bisa diharapkan dari pemimpin yang lahir dari sistem demokrasi seperti itu, politik uang.

Masyarakat desa yang seharusnya menjadi gambaran dasar dari sistem demokrasi sebuah bangsa memperlihatkan fakta menyedihkan seperti itu. Politik uang.

Logikanya, kepala desa yang terpilih, yang telah menghamburkan modal uang melebihi total akumulasi gaji dan tunjangannya selama enam tahun nanti, akan mencari cara mengembalikan modal.

Mungkin juga ada yang tidak seperti itu, yang tak berharap modalnya kembali. Kita berharap ada sosok itu.

Potensi korupsi di level pemerintahan desa mungkin semakin besar di tahun-tahun yang akan datang. Atau bisa saja prediksi saya yang salah.

Bukan hanya korupsi, kolusi juga. Ada fakta lain, banyak oknum calon kepala desa itu diberikan modal uang oleh oknum politikus, oleh oknum pengusaha juga. Dengan tujuan kepentingan si pemodal harus dijaga, harus diamankan untuk perhelatan pesta politik selanjutnya.

Maka yang dihasilkan dari pesta demokrasi level desa "mungkin" hanya raja-raja kecil yang gemar memoles citra.

Mungkin.

Irvan Nongka (Bani Adam Sejak 1990)

Comments

Popular posts from this blog

Sandra Yang Kukenal

Sandra Dewi Hubungan saya dengan wanita kelahiran Pangkalpinang, Bangka Belitung itu tidak sedekat dulu. Perbedaan keyakinan dan kesibukan masing-masing membuat kami jarang memiliki waktu untuk bertemu. Ketika Sandra Dewi memutuskan pindah ke Jakarta pada tahun 2001 untuk melanjutkan kuliahnya, saya tetap tetap tinggal di kampung saya di Galesong dan melanjutkan sekolah di bangku kelas 6 Sekolah Dasar. Kecantikannya membuat wanita penggemar Disney ini banyak dilirik oleh produser dunia hiburan di Jakarta. Awalnya hanya ikut kontes kecantikan, ia menang. Setelahnya, karirnya terus menanjak. Sandra, begitu saya sering memanggilnya dulu, ini terlibat di beberapa proyek film layar lebar yang membuat namanya semakin tenar. Ia kemudian mencoba peruntungan di dunia tarik suara, kurang sukses, tapi namanya sudah terlanjur tenar. Karena tuntutan profesi dan cicilan yang masih banyak, Sandra kemudian menjadi presenter sebuah acara musik di stasiun TV swasta di Jakarta. Acara ini berlangsung cuku...

Menu Yang Sama

Penjual Daging Ayam di Bontopajja Waktu seperti berhenti di tempat jagal ayam potong. Bunyi pisau menyayat setiap bagian danging dan tulang ayam, menghadirkan irama yang perlahan menyadarkankanku, Ramadan akan segera beranjak pergi. Semacam ritual tahunan menjelang hari raya idul Fitri. Tahun ini giliranku mencari bahan opor ayam. Pukul sebelas lebih sedikit, saya memilih datang lebih awal saat antriannya belum ramai. Belajar dari tahun-tahun sebelumnya waktu sore menjadi saat yang tidak saya sarankan datang ke tempat jagal ini. Menu opor telah menjelma sebagai rasa yang mewakili kepergian bulan ramadan. Karinya seperti ucapan "see you goodbye". Aroma kelapa dan santannya menjadi pelatuk momen perpisahan. Besok tak sama lagi walau menu yang hadir mungkin sama. Kehangatan bulan kesembilan dalam penanggalan hijriah ini memang tak ada tandingannya. Dahaga dan lapar adalah bumbu dari perjuangan sebulan lamanya. Entah dari mana tetapi magis bulan ramadan selalu sama dan akan tetap...

Ridwan Sau dan Gen Z

Ridwan Sau Ridwan Sau seperti mendapatkan angin keduanya di era sosial media ini. Pelantung lagu daerah berbahasa Makassar yang tenar di awal era 2000-an kini kembali sibuk mengisi panggung-panggung di sekitaran Sulawesi. Lagunya yang akrab di teliga remaja 90-an ke bawah ini juga ternyata bisa sangat diterima oleh generasi-Z. Fenomena Ridwan Sau, menjadi bukti bahwa lagu-lagu pop daerah tak lekang oleh waktu. Di era digital ini, di mana musik modern dan internasional mendominasi, lagu-lagu lawas seperti yang dipopulerkan oleh Ridwan Sau kembali digemari oleh generasi muda, khususnya Gen Z. Media sosial, seperti TikTok dan YouTube, menjadi platform utama yang mempopulerkan kembali lagu-lagu pop daerah. Gen Z, yang dikenal aktif di media sosial, terpapar dengan konten-konten kreatif yang menggunakan lagu-lagu tersebut. Data menunjukkan bahwa 85% Gen Z di Indonesia menggunakan TikTok [Sumber: Katadata]. Platform ini telah melahirkan tren baru, seperti "dance challenge" dan ...