Skip to main content

Karakter PSM itu bernama Syamsul

Syamsul Haeruddin

Setelah PSM Makassar merengkuh gelar juara liga kasta tertinggi sepak bola Indonesia tahun 2000. Tidak lantas membuat tim ini redup pamor dan kwalitasnya. Bahkan setelah generasi Bima Sakti, Kurniawan Dwi Yulianto, dan Samsuddin Batola yang dikenal sebagai generasi emas itu selesai. Tim ini tak berhenti memunculkan bakat jempolan andalan tim nasional sepakbola Indonesia.

Generasi PSM selanjutnya tidak kalah brilian, kuartek lini tengah Fagundes, Syamsul, Ponaryo, dan Irsyad Aras (kakak kandung Ardan Aras) adalah jaminan mutu penghuni kasta tertinggi. Hanya Persik Kediri, Persija, dan Persipura yang sering mengganggu hegemoni kekuatan PSM saat itu.

Saya masih umur 12 tahun kala itu, saat seisi stadion selalu bergemuruh menyambut aksi taktis bakat alam bernama Syamsul Haeruddin. Akses yang masih susah dari rumah saya di Galesong, Takalar di awal tahun 2000-an tak membuatku ketinggalan setiap pertandingan PSM Makassar saat berlaga di Mattoangin. RRI Pro 1 Sulawesi selatan dengan komentator legendarisnya yang sedikit cempreng - Bung Bosco, adalah akses utama saya menikmati aksi-aksi Syamsul bersama PSM.

Dengan ciri khas rambut gonrong sebahunya, walaupun posturnya terbilang pendek, pemilik nomor punggung delapan ini nampak menonjol di lapangan. Karaternya yang bagiku sangat Sulawesi Selatan. Dia punya semangat untuk selalu menang, respect terhadap rekan dan lawan, serta semangatny untuk bertarung. Fighting spirit inilah yang membuat Ivan Van Kolev tak ragu memanggilnya ke Timnas untuk berlaga di Piala Asia tahun 2004.

Di Timnas karakternya masih sama, bahkan pemain timnas lain setelah eranya yang memilik posisi bermain yang sama dengannya, oleh komentator tak ragu menjadikan Syamsul sebagai barometer.

Setelah generasi kuartek brilian PSM itu berakhir dan beberapa tandem Syamsul berpindah klub, ia masih tetap setia membela panji kampung halamannya. Ia seakan telah menjadi motivasi anak-anak khususnya di Makassar untuk menjadi pemain sepakbola yang hebat. Jika kalian menanyakan kepada Rasyid Bakri, Reva Adi Utama, dan Wasiat Hasbullah tentang mengapa ia ingin menjadi pesepakbola. Maka salah satu alasan mereka yang sama, karena ia ingin seperti Syamsul.

Tahun 2010 ketika Robert Rene Albert baru saja pindah ke Makassar, Syamsul tidak masuk dalam skema taktik sang pelatih Belanda itu. Dengan berat hati ia hengkang ke Persija. Setahun setelahnya ia lalu ke Sriwijaya FC. Yang unik kala membuat klausul kontrak dengan dengan Persija serta di Sriwijaya FC, konon ia selalu memasukkan point kesepakatan untuk tidak memainkan dirinya jika tim yang dibelanya bertanding melawan PSM Makassar.

Saat PSM terseok dan terancam degradasi karena timbulnya dualisme PSSI. Ia dengan rasa kecintaannya kepada PSM memutuskan kembali ke Makassar.

Sang legenda itu berjuang bersama rekan setimnya dengan misi membuat PSM tetap di kasta tertinggi. Tuhan merestui dan PSM berhasil lolos dari lubang jarung kala berlaga melawan Persijap Jepara di Jepara tahun 2014 untuk merebut satu tiket unifikasi liga.

Setelah Era Anwar Ramang di PSM berpuluh tahun silam maka praktis hanya Syamsul yang memiliki aura legenda yang kalau boleh saya sebut menyamai aura Ramang. Kegemilangan bintangnya akan selalu dikenang oleh publik sepak bola di Makassar bakan di Indonesia. Mungkin kelak patung Ramang akan memiliki teman yang sebanding, yaitu patung Syamsul.

Dan kini sang legenda itu tak kuasa melawan waktu. Dengan sikap kesatria ia memutuskan untuk mundur dari tim yang amat ia cintai. Dengan diiringi air mata di ruang pers Mattoanging, sang legenda mengucapkan salam perpisahan.

Pengalaman pribadi saya yang sangat berkesan terhadap beliau adalah ketika sang legenda mengajak saya foto berdua. Bukan saya yang minta, dia melihat saya di depan stadion Mattoanging setelah ia bertanding. "mauki foto?" Ujarnya melihat saya yg sedang meperhatikannya.

Comments

Popular posts from this blog

Sandra Yang Kukenal

Sandra Dewi Hubungan saya dengan wanita kelahiran Pangkalpinang, Bangka Belitung itu tidak sedekat dulu. Perbedaan keyakinan dan kesibukan masing-masing membuat kami jarang memiliki waktu untuk bertemu. Ketika Sandra Dewi memutuskan pindah ke Jakarta pada tahun 2001 untuk melanjutkan kuliahnya, saya tetap tetap tinggal di kampung saya di Galesong dan melanjutkan sekolah di bangku kelas 6 Sekolah Dasar. Kecantikannya membuat wanita penggemar Disney ini banyak dilirik oleh produser dunia hiburan di Jakarta. Awalnya hanya ikut kontes kecantikan, ia menang. Setelahnya, karirnya terus menanjak. Sandra, begitu saya sering memanggilnya dulu, ini terlibat di beberapa proyek film layar lebar yang membuat namanya semakin tenar. Ia kemudian mencoba peruntungan di dunia tarik suara, kurang sukses, tapi namanya sudah terlanjur tenar. Karena tuntutan profesi dan cicilan yang masih banyak, Sandra kemudian menjadi presenter sebuah acara musik di stasiun TV swasta di Jakarta. Acara ini berlangsung cuku...

Menu Yang Sama

Penjual Daging Ayam di Bontopajja Waktu seperti berhenti di tempat jagal ayam potong. Bunyi pisau menyayat setiap bagian danging dan tulang ayam, menghadirkan irama yang perlahan menyadarkankanku, Ramadan akan segera beranjak pergi. Semacam ritual tahunan menjelang hari raya idul Fitri. Tahun ini giliranku mencari bahan opor ayam. Pukul sebelas lebih sedikit, saya memilih datang lebih awal saat antriannya belum ramai. Belajar dari tahun-tahun sebelumnya waktu sore menjadi saat yang tidak saya sarankan datang ke tempat jagal ini. Menu opor telah menjelma sebagai rasa yang mewakili kepergian bulan ramadan. Karinya seperti ucapan "see you goodbye". Aroma kelapa dan santannya menjadi pelatuk momen perpisahan. Besok tak sama lagi walau menu yang hadir mungkin sama. Kehangatan bulan kesembilan dalam penanggalan hijriah ini memang tak ada tandingannya. Dahaga dan lapar adalah bumbu dari perjuangan sebulan lamanya. Entah dari mana tetapi magis bulan ramadan selalu sama dan akan tetap...

Ridwan Sau dan Gen Z

Ridwan Sau Ridwan Sau seperti mendapatkan angin keduanya di era sosial media ini. Pelantung lagu daerah berbahasa Makassar yang tenar di awal era 2000-an kini kembali sibuk mengisi panggung-panggung di sekitaran Sulawesi. Lagunya yang akrab di teliga remaja 90-an ke bawah ini juga ternyata bisa sangat diterima oleh generasi-Z. Fenomena Ridwan Sau, menjadi bukti bahwa lagu-lagu pop daerah tak lekang oleh waktu. Di era digital ini, di mana musik modern dan internasional mendominasi, lagu-lagu lawas seperti yang dipopulerkan oleh Ridwan Sau kembali digemari oleh generasi muda, khususnya Gen Z. Media sosial, seperti TikTok dan YouTube, menjadi platform utama yang mempopulerkan kembali lagu-lagu pop daerah. Gen Z, yang dikenal aktif di media sosial, terpapar dengan konten-konten kreatif yang menggunakan lagu-lagu tersebut. Data menunjukkan bahwa 85% Gen Z di Indonesia menggunakan TikTok [Sumber: Katadata]. Platform ini telah melahirkan tren baru, seperti "dance challenge" dan ...