Skip to main content

Rakyat Tenang, Elit Tegang.

Susana acara masyarakat
Jika melihat perilaku masyarakat secara umum di kabupaten Takalar setelah pelaksanaan Pilkada 2017 maka patutlah sekiranya kita bersyukur. Meski ada sedikit tensi yang terkadang timbul tetapi kemungkinannya tidak berlangsung lama. Masyarakat juga memiliki kecenderungan untuk menerima hasil pilkada yang telah dilaksanakan. Beberapa hari terakhir ini saya sering bercengkrama dengan keluarga dan tetangga yang memiliki pilihan politik berbeda. Walaupun mereka sedikit minder dan masih kadang berubah mood secara tiba-tiba jika pembahasan beralih ke topik pilkada. Tetapi itu tidak lebih dari pengaruh fisikologis musiman, karena sungguh tidak ada kekalahan yang nikmat, hehehehe.

Masyarakat kembali melaksanakan rutinitas seperti biasa, dan saya rasa aroma persaingan dan ketegangan karena perbedaan pilihan itu akan menguap seiring berjalannya waktu. Entahlah, tetapi mungkin masyarakat kecil memang tetaplah menjadi komonditi politik yang selalu menjadi korban kepentingan elit. Momen-momen pesta demokrasi yang selalu berulang menjadikan masyarakat secara otodidak mulai memahami pola. Walaupun masih ada beberapa yang begitu menikmati gemercik dari ledakan-ledakan kecil pesta demokrasi, dan secara tidak langsung menikamti posisinya sebagai korban.

Isu pemilih siluman di pilkada Takalar 2017 tidak begitu menarik minat, masyarakat sudah bisa menerima hasil dan berfikir lebih realistis. Sebagai kelompok paling dasar di pergolakan pesta ini, masyarakat kecil jadi lebih paham bahwa isu yang dihembuskan itu tidak lebih dari konflik kepentingan elit. Mereka lebih memilih menjalin kembali ikatan silaturahmi yang sempat renggang dibanding mengikuti ego sekelompok oknum yang tak terpuaskan. Tingkat pendidikan yang masih rendah membuat kelompok dasar ini berfikir lebih simpel, “manna inai nai ajjari bupati ia inji pi anne pamboyangku”. Kalimat singkat yang menjadi gambaran nyata bahwa sesungguhnya masyarakat kecil di kampung-kampung memang hanya korban.

Maka sebagai mahluk tampan nan rupawan diantara elit politik bermuka masam, saya harus mengambil sikap lebih elegan. Tetangga dan keluarga adalah komunitas yang secara ruang dan waktu lebih bisa kita jangkau. Mereka adalah barisan pertama dalam paham gotong royong yang sejak dahulu kala nenek moyang kita anut. Elit politk yang kerjaannya menggoreng isu berdasarkan kepentingannya tak usah dihiraukan. Mereka tak lebih dari mahluk kesepian yang bermimpi besar dan mengabaikan kenyataan. Mahluk rapu yang tak sanggup menerima kekalahan.

Popular posts from this blog

Sandra Yang Kukenal

Sandra Dewi Hubungan saya dengan wanita kelahiran Pangkalpinang, Bangka Belitung itu tidak sedekat dulu. Perbedaan keyakinan dan kesibukan masing-masing membuat kami jarang memiliki waktu untuk bertemu. Ketika Sandra Dewi memutuskan pindah ke Jakarta pada tahun 2001 untuk melanjutkan kuliahnya, saya tetap tetap tinggal di kampung saya di Galesong dan melanjutkan sekolah di bangku kelas 6 Sekolah Dasar. Kecantikannya membuat wanita penggemar Disney ini banyak dilirik oleh produser dunia hiburan di Jakarta. Awalnya hanya ikut kontes kecantikan, ia menang. Setelahnya, karirnya terus menanjak. Sandra, begitu saya sering memanggilnya dulu, ini terlibat di beberapa proyek film layar lebar yang membuat namanya semakin tenar. Ia kemudian mencoba peruntungan di dunia tarik suara, kurang sukses, tapi namanya sudah terlanjur tenar. Karena tuntutan profesi dan cicilan yang masih banyak, Sandra kemudian menjadi presenter sebuah acara musik di stasiun TV swasta di Jakarta. Acara ini berlangsung cuku...

Menu Yang Sama

Penjual Daging Ayam di Bontopajja Waktu seperti berhenti di tempat jagal ayam potong. Bunyi pisau menyayat setiap bagian danging dan tulang ayam, menghadirkan irama yang perlahan menyadarkankanku, Ramadan akan segera beranjak pergi. Semacam ritual tahunan menjelang hari raya idul Fitri. Tahun ini giliranku mencari bahan opor ayam. Pukul sebelas lebih sedikit, saya memilih datang lebih awal saat antriannya belum ramai. Belajar dari tahun-tahun sebelumnya waktu sore menjadi saat yang tidak saya sarankan datang ke tempat jagal ini. Menu opor telah menjelma sebagai rasa yang mewakili kepergian bulan ramadan. Karinya seperti ucapan "see you goodbye". Aroma kelapa dan santannya menjadi pelatuk momen perpisahan. Besok tak sama lagi walau menu yang hadir mungkin sama. Kehangatan bulan kesembilan dalam penanggalan hijriah ini memang tak ada tandingannya. Dahaga dan lapar adalah bumbu dari perjuangan sebulan lamanya. Entah dari mana tetapi magis bulan ramadan selalu sama dan akan tetap...

Ridwan Sau dan Gen Z

Ridwan Sau Ridwan Sau seperti mendapatkan angin keduanya di era sosial media ini. Pelantung lagu daerah berbahasa Makassar yang tenar di awal era 2000-an kini kembali sibuk mengisi panggung-panggung di sekitaran Sulawesi. Lagunya yang akrab di teliga remaja 90-an ke bawah ini juga ternyata bisa sangat diterima oleh generasi-Z. Fenomena Ridwan Sau, menjadi bukti bahwa lagu-lagu pop daerah tak lekang oleh waktu. Di era digital ini, di mana musik modern dan internasional mendominasi, lagu-lagu lawas seperti yang dipopulerkan oleh Ridwan Sau kembali digemari oleh generasi muda, khususnya Gen Z. Media sosial, seperti TikTok dan YouTube, menjadi platform utama yang mempopulerkan kembali lagu-lagu pop daerah. Gen Z, yang dikenal aktif di media sosial, terpapar dengan konten-konten kreatif yang menggunakan lagu-lagu tersebut. Data menunjukkan bahwa 85% Gen Z di Indonesia menggunakan TikTok [Sumber: Katadata]. Platform ini telah melahirkan tren baru, seperti "dance challenge" dan ...