Skip to main content

Aku Bukan Kijang, Kamu Bukan Robocop

Bercerita perihal ketertiban umum di kota Makassar maka topik utama untuk beberapa bulan belakangan tak jauh dari persolan tindakan kriminal yang ditunaikan oleh sekelompok orang (kalau anda sudi menyebutnya demikian) dengan mengandalkan hukum fisika dasar, teori newton ke 2 dan 3. Ketapel, kalau bukan parang. Parang, kalau bukan ketapel.
Terjadi satu dua kali dalam sebulan mungkin bisa dikatakan intensitas normal meskipun dalam tatanan keamanan dan standar yang ciamik itu tidak bisa dikatakan zero incident. Ia maksud saya keter-begal-an ataupun pem-begal-an yang berlangsung hamper tiap hari sungguh begitu menyita pikiran bagi kaum pemikir. Ada anekdot baru dari teman nongkrong gue yang sering menyangkut pautkan tindak criminal begal di Makassar ini supaya terkesan lebih mendunia, kan kota kota dunia.
“menurut data yang  dilansir PBB, setiap lima detik ada satu pembegalan     yang terjadi di Makassar” Katanya nyinyir bangga.
Menyebarkan berita seperti ini mungkin tindakan amatir, ya, kita sepekat di point ini. menyalahkan pihak keamanan dan pemerintah juga merupakan sikap tak terpuji. Tetapi mungkin membiarkan semuanya terjadi dengan harapan tidak pernah mengalaminya merupakan sikap amatir ditambah sikap tak terpuji ditambahkan lagi mental priai.
Belakangan ada oknum polisi yang curhat (yang korban siapa, yang curhat siapa?) tentang ketidak sanggupannya mengahadapi persoalan ini. “kami juga manusia biasa, kami ini bukan Robocop” kesahnya di media sosial sambil memasang foto bersama beberapa kawannya dengan pakaian sipil, senjata laras panjang yang disematkan sesuka hatinya. Mereka sangat keren, pantaslah saya sering perlahan mundur jikalau lagi naksir gadis baru dilain pihak cewe itu juga dikagumi sama aparat keamanan, abaikan. Kembali ke Robocop, memang tepat, polisi memang bukanlah Robocop, setahu kami sebagai penikmat film sains fiksi, Robocop itu tidak menerima tunjangan dari Negara, Robocop itu proyek dari pihak swasta.
Begal sudah menjadi Arjuna di jalanan dan busur yang ia guanakan bisalah kita namakan panah Arjuna, berbuat seenak hati kalau punya hati. Memanah, memarangi sekehendak selerenya, seperti jalanan itu hutan belantara tempat berburu Kijang, padahal Arjuna tidak suka Kijang, dia lebih suka Ayu Ting Ting. Waktu minum kopi di warkop dipercepat, nongkrong bersama kerabat di majelis ilmu diatur sedimikian rupa agar bisa pulang lebih awal, dan jadwal pacaran amburadul, sudah tidak bisa gelap-gelapan (perihal ini abaikan saja).
Di sisi lain pemerintah kota masih terjebak di lorong, mungkin karena beliau katanya anak lorong. Mengurus yang penting tapi tidak urgent, sombere’ sana sombere’ sini (sombere’: sikap ramah). Bagaimana bisa sombere’ kalau masyarakat hidup dalam sikap kehati-hatian, curigaan, terancam, lunglai, susah buang air besar, bibir pecah-pecah, dan gangguan kesehatan dan janin (korban iklan).
Kita perlu acungkan jempol bagi sekelompok pemuda terpelajar yang bisa dipastikan mereka bukan spiderman apa lagi Robocop. Membuat aplikasi bareng [dot] id, sebagai salah satu solusi cerdas untuk bisa pulang secara gotong royong dengan asumsi oknum begal takut pada gerombolan massa sehingga tindakan criminal bisa dicegah.

Mungkin sekian dulu sesi curhatnya, mama Dede sudah mau siap-siap untuk urusan lain. Bila mana dari rangkian kata demi kata di atas membuat beberapa oknum tersakiti, mohon kiranya dimaafkan. Dan jika dibeberapa kalimat ada salah penulisan, misalanya susunan huruf yang amburadul, kelebihan atau kekurangan huruf “G” dan lain sebagainya. Penulis lagi proses penyembuhan dari penyakit “okotesporosis”.

Popular posts from this blog

Sandra Yang Kukenal

Sandra Dewi Hubungan saya dengan wanita kelahiran Pangkalpinang, Bangka Belitung itu tidak sedekat dulu. Perbedaan keyakinan dan kesibukan masing-masing membuat kami jarang memiliki waktu untuk bertemu. Ketika Sandra Dewi memutuskan pindah ke Jakarta pada tahun 2001 untuk melanjutkan kuliahnya, saya tetap tetap tinggal di kampung saya di Galesong dan melanjutkan sekolah di bangku kelas 6 Sekolah Dasar. Kecantikannya membuat wanita penggemar Disney ini banyak dilirik oleh produser dunia hiburan di Jakarta. Awalnya hanya ikut kontes kecantikan, ia menang. Setelahnya, karirnya terus menanjak. Sandra, begitu saya sering memanggilnya dulu, ini terlibat di beberapa proyek film layar lebar yang membuat namanya semakin tenar. Ia kemudian mencoba peruntungan di dunia tarik suara, kurang sukses, tapi namanya sudah terlanjur tenar. Karena tuntutan profesi dan cicilan yang masih banyak, Sandra kemudian menjadi presenter sebuah acara musik di stasiun TV swasta di Jakarta. Acara ini berlangsung cuku...

Menu Yang Sama

Penjual Daging Ayam di Bontopajja Waktu seperti berhenti di tempat jagal ayam potong. Bunyi pisau menyayat setiap bagian danging dan tulang ayam, menghadirkan irama yang perlahan menyadarkankanku, Ramadan akan segera beranjak pergi. Semacam ritual tahunan menjelang hari raya idul Fitri. Tahun ini giliranku mencari bahan opor ayam. Pukul sebelas lebih sedikit, saya memilih datang lebih awal saat antriannya belum ramai. Belajar dari tahun-tahun sebelumnya waktu sore menjadi saat yang tidak saya sarankan datang ke tempat jagal ini. Menu opor telah menjelma sebagai rasa yang mewakili kepergian bulan ramadan. Karinya seperti ucapan "see you goodbye". Aroma kelapa dan santannya menjadi pelatuk momen perpisahan. Besok tak sama lagi walau menu yang hadir mungkin sama. Kehangatan bulan kesembilan dalam penanggalan hijriah ini memang tak ada tandingannya. Dahaga dan lapar adalah bumbu dari perjuangan sebulan lamanya. Entah dari mana tetapi magis bulan ramadan selalu sama dan akan tetap...

Ridwan Sau dan Gen Z

Ridwan Sau Ridwan Sau seperti mendapatkan angin keduanya di era sosial media ini. Pelantung lagu daerah berbahasa Makassar yang tenar di awal era 2000-an kini kembali sibuk mengisi panggung-panggung di sekitaran Sulawesi. Lagunya yang akrab di teliga remaja 90-an ke bawah ini juga ternyata bisa sangat diterima oleh generasi-Z. Fenomena Ridwan Sau, menjadi bukti bahwa lagu-lagu pop daerah tak lekang oleh waktu. Di era digital ini, di mana musik modern dan internasional mendominasi, lagu-lagu lawas seperti yang dipopulerkan oleh Ridwan Sau kembali digemari oleh generasi muda, khususnya Gen Z. Media sosial, seperti TikTok dan YouTube, menjadi platform utama yang mempopulerkan kembali lagu-lagu pop daerah. Gen Z, yang dikenal aktif di media sosial, terpapar dengan konten-konten kreatif yang menggunakan lagu-lagu tersebut. Data menunjukkan bahwa 85% Gen Z di Indonesia menggunakan TikTok [Sumber: Katadata]. Platform ini telah melahirkan tren baru, seperti "dance challenge" dan ...