Skip to main content

The Farfum

Suatu masa di Eropa sana lahirlah seorang anak laki-laki, ia terlahir dari rahim ibunya di suatu tempat yang teramat kotor, tempat pembuangan semua sisa jeroan ikan. Saat bayi itu baru melakukan nafas perdananya, ibunya wafat. Bayi mungil tak berdaya yang tergeletak di atas kotoran itu kemudian dipungut oleh seorang ibu tua.
Waktu berlalu, bayi tadi tumbuh menjadi anak laki-laki yang penuh kemalangan. Ibu angkatnya menjualnya sebagai budak, selang waktu kemudian ibu angkatnya tewas dirampok. Uang hasil dari penjualan anak itulah yang telah menjadi sebap musabap. Tahun berlalu musim berganti, anak itu tumbuh dewasa dengan perjalanan hidup yang ceritanya hampir sama. Setiap kali ia berpindah maka disitulah malapetaka merangkul orang-orang disekitarnya.
Ceita diatas memang sedikit tidak jelas, The Farfum nama filmnya jika kalian mau tahu lebih rincinya. Aku bercerita tentang film itu karena ada semacam kesamaan dalam diriku tapi ini justru sebaliknya.
Pernah suatu ketika, saat itu aku baru lulus di bangku SMP. Telah lama kupendam rasaku pada seorang dara manis, bunga desa di tempatku. Aku satu sekolah dulu di SD sampai SMA.
Setan kecil tak tahu cita rasa garam begitulah aku dulu, ku tembak dia dengan rasa malu tingkat dewa, belakangan kusadari bahwa rasa malu-ku dulu adalah reaksi hormon yang membuatku unyu-unyu. Aku diterima, aku minta bukti, ia kemudia meminum jus bekasku. Betul-betul cara menyek yang menjijikan. Muak!!!.
Itulah kisah percintaan pertamaku, kisa percintaan dari metamorfosis cinta monyet ke cinta jus bekas. Kami berhubungan tidak lama, seumur jagung bahasa infotaiment-nya. Terakhir kudengar kabarnya ia telah melepas masa lajangnya dan aku masi lajang sampai sekarang.
Di SMA kelas tiga aku kembali jatuh pada cerita asmara, kali ini hubungannya kelihatan lebih serius. Aku suka dia dan dia tergila-gila padaku. Aku mojjo ia ngamuk. Aku bonceng, eh.. dianya meluk. Serius kan??? Kami putus dengan alasan yang tidak jelas, ia sudah jarang nampak di mata dan aku-pun mulai boring. Satu tahun yang lalu selembar undangan tergeletak diatas meja di rumah. Aku baca dengan seksama, ia menikah dan aku gembira.
Cerita asmaraku yang ketiga, inilah cinta asmara yang paling memeras keringat dan emosi. Ku kejar dan terus ku kejar, ia semakin berlari kencang sekencang mungkin. Kupasang strategi yang bernama "ayam kampung pake songkok" ia tak bergeming. Strategi "kelapa muda jatuh" mogok tak berdaya, lalu kupakai stategi "pulpen di telinga" ia terkapar, cintaku diterima dengan suka cita.
Dari surat-suratan yang memakan kertas dan tinta hingga SMS-an pake Hp pinjaman, kami lalui masa-masa itu dengan keringat. Cinta kami semacam karang di lautan. Lalu kami memasuki masa galau ketika kesibukan mulai melanda. Mulai dari cerita tahan-tahan ilmu hingga cerita petak umpet kami lalui, tidak ada kemenangan dalam kisah ini, kami kalah secara bersamaan. Kami putus dengan terhormat. Kini sering kulihat fotonya di FB sedang bermesraan dengan tunangannya. Ia tunangan kawan sedangkan aku tuntas.
Yang terkahir ini lebih tragis lagi, aku baru mengodok (pedekate) tapi aku salah odok. Aku khilaf telah mengganggu hubungan baik sepasang cinta. Aku disuruh mencari yang lain dan akupun menguap bagai keringat. Tragis.
Jika dirunut dari mulai cerita yang pertama, ada semacam rahasia algoritma. Cerita seakan mudah ditebak hasilnya. Mereka pergi dengan ujung jalan yang bahagia dan aku Move On kecil-kecilan. Sekarang aku kembali jatuh cinta, tapi ini beda karena cintaku dibutakan oleh tugas akhir. Aku takut tugas akhirku juga akan berakhir dengan cerita yang sama. :-) :-p

Comments

Popular posts from this blog

Sandra Yang Kukenal

Sandra Dewi Hubungan saya dengan wanita kelahiran Pangkalpinang, Bangka Belitung itu tidak sedekat dulu. Perbedaan keyakinan dan kesibukan masing-masing membuat kami jarang memiliki waktu untuk bertemu. Ketika Sandra Dewi memutuskan pindah ke Jakarta pada tahun 2001 untuk melanjutkan kuliahnya, saya tetap tetap tinggal di kampung saya di Galesong dan melanjutkan sekolah di bangku kelas 6 Sekolah Dasar. Kecantikannya membuat wanita penggemar Disney ini banyak dilirik oleh produser dunia hiburan di Jakarta. Awalnya hanya ikut kontes kecantikan, ia menang. Setelahnya, karirnya terus menanjak. Sandra, begitu saya sering memanggilnya dulu, ini terlibat di beberapa proyek film layar lebar yang membuat namanya semakin tenar. Ia kemudian mencoba peruntungan di dunia tarik suara, kurang sukses, tapi namanya sudah terlanjur tenar. Karena tuntutan profesi dan cicilan yang masih banyak, Sandra kemudian menjadi presenter sebuah acara musik di stasiun TV swasta di Jakarta. Acara ini berlangsung cuku...

Menu Yang Sama

Penjual Daging Ayam di Bontopajja Waktu seperti berhenti di tempat jagal ayam potong. Bunyi pisau menyayat setiap bagian danging dan tulang ayam, menghadirkan irama yang perlahan menyadarkankanku, Ramadan akan segera beranjak pergi. Semacam ritual tahunan menjelang hari raya idul Fitri. Tahun ini giliranku mencari bahan opor ayam. Pukul sebelas lebih sedikit, saya memilih datang lebih awal saat antriannya belum ramai. Belajar dari tahun-tahun sebelumnya waktu sore menjadi saat yang tidak saya sarankan datang ke tempat jagal ini. Menu opor telah menjelma sebagai rasa yang mewakili kepergian bulan ramadan. Karinya seperti ucapan "see you goodbye". Aroma kelapa dan santannya menjadi pelatuk momen perpisahan. Besok tak sama lagi walau menu yang hadir mungkin sama. Kehangatan bulan kesembilan dalam penanggalan hijriah ini memang tak ada tandingannya. Dahaga dan lapar adalah bumbu dari perjuangan sebulan lamanya. Entah dari mana tetapi magis bulan ramadan selalu sama dan akan tetap...

Ridwan Sau dan Gen Z

Ridwan Sau Ridwan Sau seperti mendapatkan angin keduanya di era sosial media ini. Pelantung lagu daerah berbahasa Makassar yang tenar di awal era 2000-an kini kembali sibuk mengisi panggung-panggung di sekitaran Sulawesi. Lagunya yang akrab di teliga remaja 90-an ke bawah ini juga ternyata bisa sangat diterima oleh generasi-Z. Fenomena Ridwan Sau, menjadi bukti bahwa lagu-lagu pop daerah tak lekang oleh waktu. Di era digital ini, di mana musik modern dan internasional mendominasi, lagu-lagu lawas seperti yang dipopulerkan oleh Ridwan Sau kembali digemari oleh generasi muda, khususnya Gen Z. Media sosial, seperti TikTok dan YouTube, menjadi platform utama yang mempopulerkan kembali lagu-lagu pop daerah. Gen Z, yang dikenal aktif di media sosial, terpapar dengan konten-konten kreatif yang menggunakan lagu-lagu tersebut. Data menunjukkan bahwa 85% Gen Z di Indonesia menggunakan TikTok [Sumber: Katadata]. Platform ini telah melahirkan tren baru, seperti "dance challenge" dan ...