Skip to main content

Dari Penjual Koran Sampai Profesor

Pada sebuah dunia dimana hina menghina adalah seni belah diri yang ampuh untuk dianggap sebagai lelucon. Adalah seni yang mengundang tawa pada tingkat rasa yang saling mengerti dan jauh dari ketersinggungan. maccalla' (bugis = mencelah) adalah seni yang kumaksud. Pemuda-pemuda dan golongan yang memiliki tingkat keakraban mahameru maka maccalla' adalah semacam bir penghangat.
Di kampus, di jalan, di warung kopi dan di manapun itu, maccalla' dengan objek santapan yang empuk akan segera disikat. Jika keakraban telah melekat maka tak pandang bulu, amunisi senjata macalla' akan ditumpahkan pada sasaran dan pada konteks ini aku akan selalu menjadi objeknya.
Jika dengan di-calla' kita akan mendapat reward per-callaan-nya maka mungkin akulah yang akan mengoleksi reward terbanyak, sungguh!. di kampus aku akan menjadi santapan empuk teman-teman yang kucurigai mereka terlahir dengan takdir sebagai pacalla' (orang yang sering mencelah). Takdir ku sebagai objek empuk untuk dicelah telah teruji, kwalitas numero uno. dari kalangan menengah kebawah hingga menengah ke atas.

Coba simak baik-baik kawan ceritaku berikut ini:
Suatu ketika aku naik motor di sekitar Jl. Andi Pangerang Pettarani, Makassar. Lampu merah menyala aku dan orang yang aku bonceng -Arya Pratama Putra- berhenti. Dari arah tiang lampu merah kulihat seorang anak kecil berlari menghampiri kami menawarkan koran jualannya.
"kak.. koran ka" anak kecil itu memohon kepada Arya
"tidak ada uangku dek" jawab Arya santai dengan gerakan tangan menandakan penolakan.
Anak kecil itupun betralih, pada selang waktu yang begitu singkat ia bergerak ke arah depan motor, menawarkan koran kepadaku.
"Om..Om.. koran Om" ucapnya santai tampa ingin merevisi ucapannya terhadapku. Aku diam sejenak, kudengar Arya ketawa terbahak-bahak dibelakangku.
"tua ko memang bro, anak kecil tidak pernah bohong" Arya mengompori.
"tidak ji dek" jawabku dengan perasaan remuk kepada anak kecil itu.

"perbincangan saya, Arya, dan Penjual Koran"


Pada kesempatan lain disuatu malam aku dan temanku berkunjung ke rumah Dekan ku di kampus. Baru pertama kali ini aku berkunjung ke kediaman pak Prof. Kami berkunjung dengan maksud menawarakan sebidang tanah dan rumah. Kami menjadi makelar tengik kesimpulannya. Suasana semakin cair dari yang tadinya bicara bisnis sampai bicara pengalaman hidup dari pak Prof. Aku duduk dekat pintu saat pak Prof mengajukan pertanyaan mahadasyat.
"kamu muslim?" tanya Prof dengan wajah penasaran.
"iyye prof" jawabku penuh kebingungan.
"kamu asalnya dari mana?" lanjut pak Prof.
mau aku jawab "dari surga Prof" tapi aku urungkan niat itu, "dari Galesong Prof" jawabku singkat.
tanpa sensor sedikutpun, pak Prof kemudian melanjutkan pembicaraanya.
"aku kira kamu itu orang Ambon" ucap pak Prof dengan sedikit senyuman dari bibirnya yang mulai menuah.
waduuuhhh.... aku curiga pada warna kulitku.

"perbincangan dengan Pak Dekan (Pak Prof)


Sungguh alam pun sering mencallaku, lingkungan seakan saling mendukung untuk menyudutkan ku. Takdir, inilah yang dinamakan takdir dan jalan satu-satunya adalah dengan menikmatinya.

Comments

Popular posts from this blog

Sandra Yang Kukenal

Sandra Dewi Hubungan saya dengan wanita kelahiran Pangkalpinang, Bangka Belitung itu tidak sedekat dulu. Perbedaan keyakinan dan kesibukan masing-masing membuat kami jarang memiliki waktu untuk bertemu. Ketika Sandra Dewi memutuskan pindah ke Jakarta pada tahun 2001 untuk melanjutkan kuliahnya, saya tetap tetap tinggal di kampung saya di Galesong dan melanjutkan sekolah di bangku kelas 6 Sekolah Dasar. Kecantikannya membuat wanita penggemar Disney ini banyak dilirik oleh produser dunia hiburan di Jakarta. Awalnya hanya ikut kontes kecantikan, ia menang. Setelahnya, karirnya terus menanjak. Sandra, begitu saya sering memanggilnya dulu, ini terlibat di beberapa proyek film layar lebar yang membuat namanya semakin tenar. Ia kemudian mencoba peruntungan di dunia tarik suara, kurang sukses, tapi namanya sudah terlanjur tenar. Karena tuntutan profesi dan cicilan yang masih banyak, Sandra kemudian menjadi presenter sebuah acara musik di stasiun TV swasta di Jakarta. Acara ini berlangsung cuku...

Menu Yang Sama

Penjual Daging Ayam di Bontopajja Waktu seperti berhenti di tempat jagal ayam potong. Bunyi pisau menyayat setiap bagian danging dan tulang ayam, menghadirkan irama yang perlahan menyadarkankanku, Ramadan akan segera beranjak pergi. Semacam ritual tahunan menjelang hari raya idul Fitri. Tahun ini giliranku mencari bahan opor ayam. Pukul sebelas lebih sedikit, saya memilih datang lebih awal saat antriannya belum ramai. Belajar dari tahun-tahun sebelumnya waktu sore menjadi saat yang tidak saya sarankan datang ke tempat jagal ini. Menu opor telah menjelma sebagai rasa yang mewakili kepergian bulan ramadan. Karinya seperti ucapan "see you goodbye". Aroma kelapa dan santannya menjadi pelatuk momen perpisahan. Besok tak sama lagi walau menu yang hadir mungkin sama. Kehangatan bulan kesembilan dalam penanggalan hijriah ini memang tak ada tandingannya. Dahaga dan lapar adalah bumbu dari perjuangan sebulan lamanya. Entah dari mana tetapi magis bulan ramadan selalu sama dan akan tetap...

Ridwan Sau dan Gen Z

Ridwan Sau Ridwan Sau seperti mendapatkan angin keduanya di era sosial media ini. Pelantung lagu daerah berbahasa Makassar yang tenar di awal era 2000-an kini kembali sibuk mengisi panggung-panggung di sekitaran Sulawesi. Lagunya yang akrab di teliga remaja 90-an ke bawah ini juga ternyata bisa sangat diterima oleh generasi-Z. Fenomena Ridwan Sau, menjadi bukti bahwa lagu-lagu pop daerah tak lekang oleh waktu. Di era digital ini, di mana musik modern dan internasional mendominasi, lagu-lagu lawas seperti yang dipopulerkan oleh Ridwan Sau kembali digemari oleh generasi muda, khususnya Gen Z. Media sosial, seperti TikTok dan YouTube, menjadi platform utama yang mempopulerkan kembali lagu-lagu pop daerah. Gen Z, yang dikenal aktif di media sosial, terpapar dengan konten-konten kreatif yang menggunakan lagu-lagu tersebut. Data menunjukkan bahwa 85% Gen Z di Indonesia menggunakan TikTok [Sumber: Katadata]. Platform ini telah melahirkan tren baru, seperti "dance challenge" dan ...