Skip to main content

1 Maret 2012

Bendera itu selalu berkibar  di depan mesjid hanya pada hari besar agama Islam. Warnanya hijau dengan gambar sepasang bulan dan bintang berwarna putih di tengahnya. Di bawah gambar bulan bintang terdapat tulisan “IMMIM”. Saat kecil dulu sering aku disuruh untuk memasang bendera penuh misteri itu di depan mesjid, aku melakukannya dengan bangga. Aku sering menganggapnya bendera agama Islam. Atau pada suatu imajinasi aku menggapnya sebagai bendera yang akan menuntunku masuk ke surga. Sampai aku naik kelas enam Sekolah Dasar aku baca disepotong kertas Koran bekas pembungkus kacang “pesanteren IMMIM”



Bendera ini adalah saksi nyata peninggalan proyek Kuliah Kerja Nyata (KKN) mahasiswa tempo dulu. Aku tidak tahu tahun berapa mahasiswa KKN itu pernah singgah di kampungku, aku belum lahir kawan. “saat itu kamu belum lahir, bahkan di kampung belum ada mesjid, hanya ada surau dari kayu uling” begitulah kata pamanku.
Sejak saat itu di dalam pikiranku telah tertanam gambaran tentang mahasiswa KKN. Pahlawan dengan dara muda atau malaikat pencerah bagi masyarakat udik seperti pamanku. Memberikan pencerahan bagi zaman kegelapan yang masi melanda kampungku sampai akhir tahun sembilang puluhan. Almamater dengan nilai gengsi yang tinggi, gaya sisir berbau manusia terdidik senantiasa menyertai golongan mahasiswa yang ber-KKN. Aku bangga pada mereka, aku bangga pada cara mereka memandang hidup. Dan aku bangga meski yang mereka tinggalkan hanya selembar bendera yang membuatku bertanya-tanya waktu kecil dulu.
Waktu berganti dan yang datang silih berganti, mahasiswa KKN hampir setiap tahun mampir di kampungku. Sampai pada saat giliranku kini menjadi bagian dari mereka, aku akan menjadi golongan manusia pencerah kawan –semoga!. Hari ini disaksikan oleh kulitku yang sawo matang yang sedari tadi bergenang peluh, aku melakukannya kawan aku akan ber-KKN. Aku akan membuat prasasati di kampung orang, aku akan membuat tuguh “SEHATI”. Dan aku akan memakai almamater dengan penuh amanah bukan bebang. Lihat aku, aku adalah mahasiswa.

Bersama Anak Posko Kelurahan Labakkang

Bersama Kepala Desa Bonto Manai, Kec Labakkang, Pangkep

Comments

Popular posts from this blog

Sandra Yang Kukenal

Sandra Dewi Hubungan saya dengan wanita kelahiran Pangkalpinang, Bangka Belitung itu tidak sedekat dulu. Perbedaan keyakinan dan kesibukan masing-masing membuat kami jarang memiliki waktu untuk bertemu. Ketika Sandra Dewi memutuskan pindah ke Jakarta pada tahun 2001 untuk melanjutkan kuliahnya, saya tetap tetap tinggal di kampung saya di Galesong dan melanjutkan sekolah di bangku kelas 6 Sekolah Dasar. Kecantikannya membuat wanita penggemar Disney ini banyak dilirik oleh produser dunia hiburan di Jakarta. Awalnya hanya ikut kontes kecantikan, ia menang. Setelahnya, karirnya terus menanjak. Sandra, begitu saya sering memanggilnya dulu, ini terlibat di beberapa proyek film layar lebar yang membuat namanya semakin tenar. Ia kemudian mencoba peruntungan di dunia tarik suara, kurang sukses, tapi namanya sudah terlanjur tenar. Karena tuntutan profesi dan cicilan yang masih banyak, Sandra kemudian menjadi presenter sebuah acara musik di stasiun TV swasta di Jakarta. Acara ini berlangsung cuku...

Menu Yang Sama

Penjual Daging Ayam di Bontopajja Waktu seperti berhenti di tempat jagal ayam potong. Bunyi pisau menyayat setiap bagian danging dan tulang ayam, menghadirkan irama yang perlahan menyadarkankanku, Ramadan akan segera beranjak pergi. Semacam ritual tahunan menjelang hari raya idul Fitri. Tahun ini giliranku mencari bahan opor ayam. Pukul sebelas lebih sedikit, saya memilih datang lebih awal saat antriannya belum ramai. Belajar dari tahun-tahun sebelumnya waktu sore menjadi saat yang tidak saya sarankan datang ke tempat jagal ini. Menu opor telah menjelma sebagai rasa yang mewakili kepergian bulan ramadan. Karinya seperti ucapan "see you goodbye". Aroma kelapa dan santannya menjadi pelatuk momen perpisahan. Besok tak sama lagi walau menu yang hadir mungkin sama. Kehangatan bulan kesembilan dalam penanggalan hijriah ini memang tak ada tandingannya. Dahaga dan lapar adalah bumbu dari perjuangan sebulan lamanya. Entah dari mana tetapi magis bulan ramadan selalu sama dan akan tetap...

Ridwan Sau dan Gen Z

Ridwan Sau Ridwan Sau seperti mendapatkan angin keduanya di era sosial media ini. Pelantung lagu daerah berbahasa Makassar yang tenar di awal era 2000-an kini kembali sibuk mengisi panggung-panggung di sekitaran Sulawesi. Lagunya yang akrab di teliga remaja 90-an ke bawah ini juga ternyata bisa sangat diterima oleh generasi-Z. Fenomena Ridwan Sau, menjadi bukti bahwa lagu-lagu pop daerah tak lekang oleh waktu. Di era digital ini, di mana musik modern dan internasional mendominasi, lagu-lagu lawas seperti yang dipopulerkan oleh Ridwan Sau kembali digemari oleh generasi muda, khususnya Gen Z. Media sosial, seperti TikTok dan YouTube, menjadi platform utama yang mempopulerkan kembali lagu-lagu pop daerah. Gen Z, yang dikenal aktif di media sosial, terpapar dengan konten-konten kreatif yang menggunakan lagu-lagu tersebut. Data menunjukkan bahwa 85% Gen Z di Indonesia menggunakan TikTok [Sumber: Katadata]. Platform ini telah melahirkan tren baru, seperti "dance challenge" dan ...