Aku seperti berada di atas menara miring Pisa di abad 16. Condong ke barat seakan ingin membuktikan ketidak becusan insinyur Roma dalam urusan trigonometri. Menara yang merupkan puncak kejayaan. Malam ini aku ditemani Newton yang dari sabang lalu memegang sehelai bulu ayam kampong dan sebuah batu dengan buku yang berjudul “The Principle” di tangan kanannya. Beginilah orang-orang Eropa memperlakukan buku kawan, menjamahnya dengan tangan kanan yang melambangkan kemulian.
Dari atas menara Pisa yang sempoyongan itu aku berteriak ke 14 penjuru mata angin yang sempat aku hitung.
"Where are You All????” suaraku lantang memecah malam di Pisa.
Aku terdiam sejenak dan kupandangi sekeliling, tak ada sahutan tak ada tanggapan, hanya seekor Toke’ kurang ajar yang dengan malau-malu bersuara “Tokke…” Itupun hanya sekali.
Bagi seekor Toke itulah jawaban yg lebih dari cukup untuk bahasa Inggrisku itu, dan aku juga tahu tofel Toke tidak memenuhi untuk menjawab teriakanku.
“Dimana ko’ semuanya tengik-tengik kampus????” teriakku sekali.
“Tokke….Tokke….” jawab Toke dua kali.
Dasar Toke Italia, Bukan itu jawaban yang aku harapkan.
Lalu aku kembali mencoba sekali lagi.
“Kamae ngaseng ko’…????” teriakku panjang dengan logak Makassar yang khas.
Tapi sekarang Toke tidak menjawab, ia diam tampa irama. Baru aku tahu bahasa Makassar lebih mulia dari dua bahasa tadi. Lalu dari kejauhan, dari negeri entah beranta aku dengar sayup suara yang tak asing di gendang telingaku.
“lagi makan ka di Mie Titie….”.
Bisa kupastikan itu Saki yang sedang nge-date dengan Nyonya-nya.
Kemudian ada suara yang menyusul di belakangnya, suara ini sangat jelas, kupastikan suara ini datang dari beberapa orang yang terkomando sehingga suaranya padu.
“lagi di kota Mandar Madani-ka, lagi dikotanya-ka Presiden ke 3 Republik Indonesia beli cakar…..” itulah suara Chandra, Arya, Ammar, dan Ipha yang dikomandoi oleh kopral L.M Yazid Amsah.
Kemudian suasana kembali sunyi di atas menara kembanggaan bangsa Romawi itu. Newton yang tadi ada disampingku lebih memilih pergi keperaduannya, aku tahu Newton sudah muak dengan teriakan ku. “Maaf Newton”, Sahutku dalam hati.
Kemudain secara bersahutan suara-suara lain yang berangkat dari Indonesia menuju Pisa Italia landing ditelingaku.
“apa maksuuuudmu, Lagi demo-ka depannya Gubernuran ini boy” itu sauara Surachman.
“di Malino ka KKTS” itu sauara Erni dan rombongan.
“gue lagi di Palopo kasian” sauara Desta.
“kauuuu toch…” Culli merajut.
“sementara perbaikan ki rumaku brow” itu suara Ira.
“pulang kampungka” itu suara dari pelosok pegunungan Camba, Eni.
“sementaLa memandangi mobil-mobil mengangkut semen” itu jelas suaranya Anna (cadel).
“aku bersama Tuhan dan kesendirian” Bayu dalam fatamorgana ke Tuhanan-nya.
“lagi di MakkasaL ja” itu suara Fira (cadel) yang kusatikan sedang di atas motor Scorpio.
“Masya Allah, lagi tarbiaka ini Ippank” pastime itu suaranya Lia, Aina, Gita, dan Arina Arini.
Kemudian dengan sedikit tertinggal, suara itu juga datang.
“di Kongresnya-ka Anis Matta” Faida Al Bungi.
"hemm, Takalar kota yang indah" Eka mengguman.
“lagi dipondokan-ka” Tiur menyahut.
Angin malam di Pisa menari dari ujung negeri menyambung suara-suara dari negeri katulistiwa.
“ta* La**o” Aryo.
“ngomi, sementara di Himpunan” Fahri berdendang.
“belum pi habis rokok ku” jelasmi, itu Doni.
“kerja tugas Seismik coy” Alam marah-marah.
“antar pacar bos” mantan ketua Himpunan, Jaya.
“masi KP ka di BMKG” sudah jelas itu Nivi.
“di M’Tos-ka saya” siapa lagi kalau bukan Budi.
Semuanya kembali redup, redup seperti malam yang kelam. Lalu tampa dikomandoi dengan sedikit unsur suara besinya, bunyi itu memecah malam di Pisa. Suara ini datang dari ibu kota Negara.
“lagi di Celeduk, bersiap ke Bogor” sahut Okvi, Irma, Iin, dan Zikri.
Pantas ada suara besinya, ikut serta-ki Okvi.
“siap komandang, siap saya lagi berenang” hormat kami semua, itulah suara Letnan Muda Wira Sunarya.
“masi tidur-ka Boy” Yudhi.
Kemudian selang beberapa waktu di kesunyian langit negeri Paparazi, Hendphone ku berbunyi, ada pesan masuk.
Aku mau bertanya, kira-kira itu SMS gratisan masi sampai di Italia-ka? Betul-betul Rhina, biar di Italia-ka masi na SMS-ka pake SMS gratisan, bisa kupastikan masi ada 990 SMS gratisnya.
SMS gratis Rhina menjadi penutup pesan dan suara-suara dari negeri entah-beranta. Aku turun dari menara Pisa berjalan menyusuri tiang-tiang romantis dari Clossarium. Memandangi langit Pisa yang Nampak masi memerah, mungkin karena ini musim semi.
Ada yang menggelayut dalam benakku, ada sesuatu yang aku tunggu. Lalu tiba-tiba ada suara yang Amplitudo-nya ter modulation (AM) hinggap di telingaku.
“bisa ga kalian tidak menghubung-hubung kan ku lagi dengan dia” suara yang begitu familiar tapi menyakitkan.
Aku menoleh, tak ada siapa-siapa aku hanya melihat patung Lamonde si gadis cantik yang menuangkan air dari guci buatan china-nya.
Aku Irvan, aku anak SGM.
Itu ceritaku, apa ceritamu?
Dari atas menara Pisa yang sempoyongan itu aku berteriak ke 14 penjuru mata angin yang sempat aku hitung.
"Where are You All????” suaraku lantang memecah malam di Pisa.
Aku terdiam sejenak dan kupandangi sekeliling, tak ada sahutan tak ada tanggapan, hanya seekor Toke’ kurang ajar yang dengan malau-malu bersuara “Tokke…” Itupun hanya sekali.
Bagi seekor Toke itulah jawaban yg lebih dari cukup untuk bahasa Inggrisku itu, dan aku juga tahu tofel Toke tidak memenuhi untuk menjawab teriakanku.
“Dimana ko’ semuanya tengik-tengik kampus????” teriakku sekali.
“Tokke….Tokke….” jawab Toke dua kali.
Dasar Toke Italia, Bukan itu jawaban yang aku harapkan.
Lalu aku kembali mencoba sekali lagi.
“Kamae ngaseng ko’…????” teriakku panjang dengan logak Makassar yang khas.
Tapi sekarang Toke tidak menjawab, ia diam tampa irama. Baru aku tahu bahasa Makassar lebih mulia dari dua bahasa tadi. Lalu dari kejauhan, dari negeri entah beranta aku dengar sayup suara yang tak asing di gendang telingaku.
“lagi makan ka di Mie Titie….”.
Bisa kupastikan itu Saki yang sedang nge-date dengan Nyonya-nya.
Kemudian ada suara yang menyusul di belakangnya, suara ini sangat jelas, kupastikan suara ini datang dari beberapa orang yang terkomando sehingga suaranya padu.
“lagi di kota Mandar Madani-ka, lagi dikotanya-ka Presiden ke 3 Republik Indonesia beli cakar…..” itulah suara Chandra, Arya, Ammar, dan Ipha yang dikomandoi oleh kopral L.M Yazid Amsah.
Kemudian suasana kembali sunyi di atas menara kembanggaan bangsa Romawi itu. Newton yang tadi ada disampingku lebih memilih pergi keperaduannya, aku tahu Newton sudah muak dengan teriakan ku. “Maaf Newton”, Sahutku dalam hati.
Kemudain secara bersahutan suara-suara lain yang berangkat dari Indonesia menuju Pisa Italia landing ditelingaku.
“apa maksuuuudmu, Lagi demo-ka depannya Gubernuran ini boy” itu sauara Surachman.
“di Malino ka KKTS” itu sauara Erni dan rombongan.
“gue lagi di Palopo kasian” sauara Desta.
“kauuuu toch…” Culli merajut.
“sementara perbaikan ki rumaku brow” itu suara Ira.
“pulang kampungka” itu suara dari pelosok pegunungan Camba, Eni.
“sementaLa memandangi mobil-mobil mengangkut semen” itu jelas suaranya Anna (cadel).
“aku bersama Tuhan dan kesendirian” Bayu dalam fatamorgana ke Tuhanan-nya.
“lagi di MakkasaL ja” itu suara Fira (cadel) yang kusatikan sedang di atas motor Scorpio.
“Masya Allah, lagi tarbiaka ini Ippank” pastime itu suaranya Lia, Aina, Gita, dan Arina Arini.
Kemudian dengan sedikit tertinggal, suara itu juga datang.
“di Kongresnya-ka Anis Matta” Faida Al Bungi.
"hemm, Takalar kota yang indah" Eka mengguman.
“lagi dipondokan-ka” Tiur menyahut.
Angin malam di Pisa menari dari ujung negeri menyambung suara-suara dari negeri katulistiwa.
“ta* La**o” Aryo.
“ngomi, sementara di Himpunan” Fahri berdendang.
“belum pi habis rokok ku” jelasmi, itu Doni.
“kerja tugas Seismik coy” Alam marah-marah.
“antar pacar bos” mantan ketua Himpunan, Jaya.
“masi KP ka di BMKG” sudah jelas itu Nivi.
“di M’Tos-ka saya” siapa lagi kalau bukan Budi.
Semuanya kembali redup, redup seperti malam yang kelam. Lalu tampa dikomandoi dengan sedikit unsur suara besinya, bunyi itu memecah malam di Pisa. Suara ini datang dari ibu kota Negara.
“lagi di Celeduk, bersiap ke Bogor” sahut Okvi, Irma, Iin, dan Zikri.
Pantas ada suara besinya, ikut serta-ki Okvi.
“siap komandang, siap saya lagi berenang” hormat kami semua, itulah suara Letnan Muda Wira Sunarya.
“masi tidur-ka Boy” Yudhi.
Kemudian selang beberapa waktu di kesunyian langit negeri Paparazi, Hendphone ku berbunyi, ada pesan masuk.
“Sementara di kampong-ka liburan,itula Short Massage Service by Rhina rezpector Sulsel.
mungkin bulan depan pi saya ke Makassar, Sebarkan”
Aku mau bertanya, kira-kira itu SMS gratisan masi sampai di Italia-ka? Betul-betul Rhina, biar di Italia-ka masi na SMS-ka pake SMS gratisan, bisa kupastikan masi ada 990 SMS gratisnya.
SMS gratis Rhina menjadi penutup pesan dan suara-suara dari negeri entah-beranta. Aku turun dari menara Pisa berjalan menyusuri tiang-tiang romantis dari Clossarium. Memandangi langit Pisa yang Nampak masi memerah, mungkin karena ini musim semi.
Ada yang menggelayut dalam benakku, ada sesuatu yang aku tunggu. Lalu tiba-tiba ada suara yang Amplitudo-nya ter modulation (AM) hinggap di telingaku.
“bisa ga kalian tidak menghubung-hubung kan ku lagi dengan dia” suara yang begitu familiar tapi menyakitkan.
Aku menoleh, tak ada siapa-siapa aku hanya melihat patung Lamonde si gadis cantik yang menuangkan air dari guci buatan china-nya.
Aku Irvan, aku anak SGM.
Itu ceritaku, apa ceritamu?
Test....
ReplyDeleteCuma mau memastikan....
Bisa mie d'koment atw tidak....
:D
bisa mi tawwa dikomen..akhirnya :D
ReplyDelete