Selamat malam anak gadisku Lailatul Yumna, selamat menyambut bulan Suci Ramadhan bagi kita umat muslim. Saat aku menuliskan ini, kamu telah tidur pulas di atas ranjang berklambu. Tadi sore kamu memakasaku untuk tidak berjamaah magrib di masjid. Dirimu mau dimanja oleh ku. Memerintah dengan telunjuk untuk di bawah ke teras rumah. Entah apa maumu?.
Yumna anakku, tadi sehabis Ashar saya, kamu, dan ibumu berkunjung ke Kampun Beru. Bertamu ke rumah nenek mu. Sungguh sulit menuliskan kata “bertamu” di saat kitalah yang tuan rumah sesungguhnya, nak. Saya dan Ibu-mu siarah ke Makam ayahnya bapak mu ini. Yumna, harus kau tahu betapa sedih diriku. Untuk pertama kalinya semenjak menginjak usia dewasa, bapak mu ini ziarah kubur sebelum masuk Ramadhan. Dulu ayah pernah melakukannya, sudah lama sekali. Mungkin usia ku saat itu tiga sampai lima tahun. Aku ikut nenek mu berkunjung ke makam kakek dan nenek ayah-mu ini.
Anakku, hati ayah sekarang sesungguhnya belum berhenti sedih. Setiap kali mengingat kakek-mu, ada penyesalan yang hadir. Aku rindu anak-ku.
Ramadahan, 1439 Hijria.
Yumna anakku, tadi sehabis Ashar saya, kamu, dan ibumu berkunjung ke Kampun Beru. Bertamu ke rumah nenek mu. Sungguh sulit menuliskan kata “bertamu” di saat kitalah yang tuan rumah sesungguhnya, nak. Saya dan Ibu-mu siarah ke Makam ayahnya bapak mu ini. Yumna, harus kau tahu betapa sedih diriku. Untuk pertama kalinya semenjak menginjak usia dewasa, bapak mu ini ziarah kubur sebelum masuk Ramadhan. Dulu ayah pernah melakukannya, sudah lama sekali. Mungkin usia ku saat itu tiga sampai lima tahun. Aku ikut nenek mu berkunjung ke makam kakek dan nenek ayah-mu ini.
Anakku, hati ayah sekarang sesungguhnya belum berhenti sedih. Setiap kali mengingat kakek-mu, ada penyesalan yang hadir. Aku rindu anak-ku.
Jika ada ciptaan Tuhan yang paling unik, mungkin bagiku adalah waktu. Ia merangkul kita dalam cerita, dalam kenangan, dan dalam harapan. Ia dicipta untuk dirasa tapi tak kuasa untuk dirabah.
Tak ada kompromi baginya untuk sekedar berhenti memperbaiki cerita. Ia hanya memberi sedikit ingatan untuk mekarnya kenangan.
Anakku Yumna, kau harus tahu bahwa di sanubari waktu tetap ia menawarkan harapan. Harapan untuk kelak mengubah cerita dan kembali untuk dikenang.
Malam ini kita tetap dirangkul masa. Mencium aroma keringatmu sebelum tidur biarlah menjadi cerita ku walau Ibu-mu tak suka itu.
Yumna, Kelak ku harap kau akan paham begaimana ayah-mu ini begitu mencintaimu. Menitipkan doa ku, kemudian ku selipkan ia dalam sanubari waktu, semoga Tuhan mengabulkannya.
Ramadahan, 1439 Hijria.
Comments
Post a Comment