Skip to main content

El Kondos

Kondo/angau, sumber gambar: http://www.dongenganakindonesia1.com

Duluh, waktu orang-orang masih menyimpan data digital di disket (floppy disk). Saya masih berada di empang-empang belakang rumah mengejar Kondo, sejenis burung bangau.

Membuat perangkap dari pi', sejenis getah buah yang bisa dijadikan perangkap bagi kawanan burung Kondo. Sensai nafsu manusia kami akan sangat senang jika salah satu dari mereka terperangkap. Walaupun sebenarnya kami tidak tahu mau melakukan apa setelah itu. Sangat kejam masa kecil saya, jauh dari prinsip mencintai lingkungan.

Jika sore tiba, saya berpesta menyambut cahaya redup nan sejuk di hamparan pasir pantai di kampung kami. Kalau bukan bermain bola tentulah mengadu kuat bola pasir.


Di petang hari, Kondo dan sanak family-nya akan terbang tinggi membentuk pola. Yang belakangan setelah membaca artikel ilmiah, baru ku tahu bahwa pola-pola itu sengaja mereka buat untuk menyusaikan pergerakannya dengan kaidah aerodinamika.


Isi otak kecil saya waktu itu belum bisa memahami tentang siklus kehidupan Kondo-kondo nan artistik itu. Yang saya tahu bahwa Kondo-kondo itu hidup di hutan bambu di luar kampung. Walaupun kenyataannya tidak sesimple itu.


Kondo dan kawanannya susungguhnya adalah satwa migran. Mereka hadir di empang-empang di belakang rumah tidak setiap saat. Di bulan-bulan tertentu saat bagian utara bumi mulai menghangat. Musim semi memasuki masanya di utara, maka mereka akan kembali bermigrasi ke Asia daratan yang bergelimang makanan.


Tadi waktu lewat di dekat empang-empang, arena bermain saya waktu kecil. Kulihat beberapa Kondo sedang asik bersantap siang. Jika sesuai dengan kehendak musim, maka beberapa hari kedepan mereka akan kembali bermigrasi ke utara. Meninggalkan kenangan di katulistiwa yang memasuki musim hujan.


Maka saat ini adalah waktu-waktu terbaik untuk mengamiti kawanan Kondo. Menyaksikan bagaimana mereka berburu ikan-ikan kecil di pinggiran empang dan rawah adalah pengalaman yang akan membuat kita akan sedikit rileks.


Comments

Popular posts from this blog

Sandra Yang Kukenal

Sandra Dewi Hubungan saya dengan wanita kelahiran Pangkalpinang, Bangka Belitung itu tidak sedekat dulu. Perbedaan keyakinan dan kesibukan masing-masing membuat kami jarang memiliki waktu untuk bertemu. Ketika Sandra Dewi memutuskan pindah ke Jakarta pada tahun 2001 untuk melanjutkan kuliahnya, saya tetap tetap tinggal di kampung saya di Galesong dan melanjutkan sekolah di bangku kelas 6 Sekolah Dasar. Kecantikannya membuat wanita penggemar Disney ini banyak dilirik oleh produser dunia hiburan di Jakarta. Awalnya hanya ikut kontes kecantikan, ia menang. Setelahnya, karirnya terus menanjak. Sandra, begitu saya sering memanggilnya dulu, ini terlibat di beberapa proyek film layar lebar yang membuat namanya semakin tenar. Ia kemudian mencoba peruntungan di dunia tarik suara, kurang sukses, tapi namanya sudah terlanjur tenar. Karena tuntutan profesi dan cicilan yang masih banyak, Sandra kemudian menjadi presenter sebuah acara musik di stasiun TV swasta di Jakarta. Acara ini berlangsung cuku...

Menu Yang Sama

Penjual Daging Ayam di Bontopajja Waktu seperti berhenti di tempat jagal ayam potong. Bunyi pisau menyayat setiap bagian danging dan tulang ayam, menghadirkan irama yang perlahan menyadarkankanku, Ramadan akan segera beranjak pergi. Semacam ritual tahunan menjelang hari raya idul Fitri. Tahun ini giliranku mencari bahan opor ayam. Pukul sebelas lebih sedikit, saya memilih datang lebih awal saat antriannya belum ramai. Belajar dari tahun-tahun sebelumnya waktu sore menjadi saat yang tidak saya sarankan datang ke tempat jagal ini. Menu opor telah menjelma sebagai rasa yang mewakili kepergian bulan ramadan. Karinya seperti ucapan "see you goodbye". Aroma kelapa dan santannya menjadi pelatuk momen perpisahan. Besok tak sama lagi walau menu yang hadir mungkin sama. Kehangatan bulan kesembilan dalam penanggalan hijriah ini memang tak ada tandingannya. Dahaga dan lapar adalah bumbu dari perjuangan sebulan lamanya. Entah dari mana tetapi magis bulan ramadan selalu sama dan akan tetap...

Ridwan Sau dan Gen Z

Ridwan Sau Ridwan Sau seperti mendapatkan angin keduanya di era sosial media ini. Pelantung lagu daerah berbahasa Makassar yang tenar di awal era 2000-an kini kembali sibuk mengisi panggung-panggung di sekitaran Sulawesi. Lagunya yang akrab di teliga remaja 90-an ke bawah ini juga ternyata bisa sangat diterima oleh generasi-Z. Fenomena Ridwan Sau, menjadi bukti bahwa lagu-lagu pop daerah tak lekang oleh waktu. Di era digital ini, di mana musik modern dan internasional mendominasi, lagu-lagu lawas seperti yang dipopulerkan oleh Ridwan Sau kembali digemari oleh generasi muda, khususnya Gen Z. Media sosial, seperti TikTok dan YouTube, menjadi platform utama yang mempopulerkan kembali lagu-lagu pop daerah. Gen Z, yang dikenal aktif di media sosial, terpapar dengan konten-konten kreatif yang menggunakan lagu-lagu tersebut. Data menunjukkan bahwa 85% Gen Z di Indonesia menggunakan TikTok [Sumber: Katadata]. Platform ini telah melahirkan tren baru, seperti "dance challenge" dan ...