Tak beranjak meninggalkan sisa hidupnya yang serba kekurangan, Navil masih menganggap bahwa semua ini adalah cobaan. Ia menghela sedih hanya untuk secerca senyum terpaksa, menerawang mata kanannya yang dengan menutup yang kiri. Ia tersadar penglihatannya berkurang, ia takut akan semua kemungkinan.
"jika tuhan menulis takdir dalam susana bercanda maka semoga setelah ia lekas tertawa" - Navil tak pernah mau bergumam sehina itu. Kembali ia tersadar, tuhan adalah sebaik-baiknya yang maha tahu. Tak ada alasan bagi Navil untuk menyalahkan takdir, ia tak pernah menyesal pernah terlahir. Mentari terbit tiap harinya dan pepohonan meniupkan udara baginya untuk bernafas, Navil bersyukur semampu dengan apa yang terbaik.
Comments
Post a Comment