Skip to main content

Berbau Lumpur

Murid-muridku yang bau lumpur, kulihat ia begitu bersemangat menyimak pelajaran berhitung yang dibawakan Zulfikar A.R (teman KKN ku). Dari mata mereka kulihat segumpal harapan akan pengetahuan baru dari mahluk intelektual seperti mahasiswa dan mahluk itu adalah kami.
Setiap sore berkerumun seperti semut merah yang bergotong royong memikul potongan kue Bolu. Dengan alat tulis menulis seadanya dan pakaian yang sederhana. Bahasa indonesianya yang masi berbauh bahasa ibu. Teras rumah yang merupakan posko KKN kami riuh dengan kicauan damai dan polos.
Teman-teman KKN ku-pun ikut bersemangat meski mereka terkadang dilanda kegalauan. Berbagai metode mengajar kami terapkan. Dari cara mengajar model mahasiswa Teknik yang penuh image (penggambaran) dan persekongkolan rumus. Cara mengajar mahasiswa Perikanan yang bercorak mamalia berdarah dingin (dipengaruhi lingkungan). Model mengajar "Lebih Besar Pasak dari Pada Tiang" yang diterapkan mahluk Akutansi. Berputar-putar seperti halnya dipersidangan adalah model mengajar dari bibit ahli Hukum. Dan syahdu yang lebih memasyarakat adalah model mengajar yang dipilih dari anak Sospol. Sedangkan aku mengajar dengan cara ngaur, lebih bisa dikatakan stand up comedy dari pada mengajar.
Murid-murid kami berasal dari keluarga yang sederhana, kebanyakan dari mereka adalah anak petambak. Mata pencaharian di daerah kami KKN memang didominasi oleh petambak. Empang yang luasnya seperti danau bisa kita temukan di desa ini. Dibeberapa kesempatan warga terkadang mengundang kami untuk bakar-bakar ikan yang diambil langsung dari tambak mereka.
Bau lumpur murid-murid ku diperoleh secara gratis dari debu empang yang terbang liar ketika tertiup angin laut. di Otaknya kaya akan protein ikan segar, dan dikantong bajunya miskin akan harta. Jika mereka diajar berhitung, mereka malah membaca. Jika diajar membaca, mereka malah petak umpet. Jika sedang petak umpet maka saya juga ikutan. Semau gue adalah otak anak kecil jika diajak serius, mereka hidup dengan gaya mereka sendiri.
Aku jadi teringat masa kecilku dulu, dikampung yang juga tidak kala berbau lumpurnya. Masi kuingat saat saya disuruh pergi mengaji, saya malah pergi menjarah mangga di kebun orang. Muridku yang berbau lumpur, aku tahu apa yang ada di benak kalian. Dunianya yang merdeka adalah dunia manusia imut yang sesuka hati.

Stay Here In The School

Syarif (teman KKN) Lagi Menyesatkan Murid-muridnya

Comments

Popular posts from this blog

Sandra Yang Kukenal

Sandra Dewi Hubungan saya dengan wanita kelahiran Pangkalpinang, Bangka Belitung itu tidak sedekat dulu. Perbedaan keyakinan dan kesibukan masing-masing membuat kami jarang memiliki waktu untuk bertemu. Ketika Sandra Dewi memutuskan pindah ke Jakarta pada tahun 2001 untuk melanjutkan kuliahnya, saya tetap tetap tinggal di kampung saya di Galesong dan melanjutkan sekolah di bangku kelas 6 Sekolah Dasar. Kecantikannya membuat wanita penggemar Disney ini banyak dilirik oleh produser dunia hiburan di Jakarta. Awalnya hanya ikut kontes kecantikan, ia menang. Setelahnya, karirnya terus menanjak. Sandra, begitu saya sering memanggilnya dulu, ini terlibat di beberapa proyek film layar lebar yang membuat namanya semakin tenar. Ia kemudian mencoba peruntungan di dunia tarik suara, kurang sukses, tapi namanya sudah terlanjur tenar. Karena tuntutan profesi dan cicilan yang masih banyak, Sandra kemudian menjadi presenter sebuah acara musik di stasiun TV swasta di Jakarta. Acara ini berlangsung cuku...

Menu Yang Sama

Penjual Daging Ayam di Bontopajja Waktu seperti berhenti di tempat jagal ayam potong. Bunyi pisau menyayat setiap bagian danging dan tulang ayam, menghadirkan irama yang perlahan menyadarkankanku, Ramadan akan segera beranjak pergi. Semacam ritual tahunan menjelang hari raya idul Fitri. Tahun ini giliranku mencari bahan opor ayam. Pukul sebelas lebih sedikit, saya memilih datang lebih awal saat antriannya belum ramai. Belajar dari tahun-tahun sebelumnya waktu sore menjadi saat yang tidak saya sarankan datang ke tempat jagal ini. Menu opor telah menjelma sebagai rasa yang mewakili kepergian bulan ramadan. Karinya seperti ucapan "see you goodbye". Aroma kelapa dan santannya menjadi pelatuk momen perpisahan. Besok tak sama lagi walau menu yang hadir mungkin sama. Kehangatan bulan kesembilan dalam penanggalan hijriah ini memang tak ada tandingannya. Dahaga dan lapar adalah bumbu dari perjuangan sebulan lamanya. Entah dari mana tetapi magis bulan ramadan selalu sama dan akan tetap...

Ridwan Sau dan Gen Z

Ridwan Sau Ridwan Sau seperti mendapatkan angin keduanya di era sosial media ini. Pelantung lagu daerah berbahasa Makassar yang tenar di awal era 2000-an kini kembali sibuk mengisi panggung-panggung di sekitaran Sulawesi. Lagunya yang akrab di teliga remaja 90-an ke bawah ini juga ternyata bisa sangat diterima oleh generasi-Z. Fenomena Ridwan Sau, menjadi bukti bahwa lagu-lagu pop daerah tak lekang oleh waktu. Di era digital ini, di mana musik modern dan internasional mendominasi, lagu-lagu lawas seperti yang dipopulerkan oleh Ridwan Sau kembali digemari oleh generasi muda, khususnya Gen Z. Media sosial, seperti TikTok dan YouTube, menjadi platform utama yang mempopulerkan kembali lagu-lagu pop daerah. Gen Z, yang dikenal aktif di media sosial, terpapar dengan konten-konten kreatif yang menggunakan lagu-lagu tersebut. Data menunjukkan bahwa 85% Gen Z di Indonesia menggunakan TikTok [Sumber: Katadata]. Platform ini telah melahirkan tren baru, seperti "dance challenge" dan ...