Skip to main content

Kabur

Diselah padatnya kegiatan di posko KKN, aku dan tiga orang temanku, Tahir, Ryan, dan Dwi menyempatkan untuk refresing alias kabur. Diakhir pekan dimalam minggu kami cair disuasana riuh penuh transaksi di pasar kebanggaan masyarakat kota Mandar Madani –pasar Senggol.
Setibanya di kota Pare-pare tempat pertama yang kami kunjungi adalah kediaman Dwi. Kebetulan teman kami yang satu ini berdomisili di kota tersebut. Dusuguhi telur mata sapi kami makan dengan lahap karena tenaga telah terkuras oleh perjalan hampir dua jam dari posko KKN di Kabupaten Pangkep.
Dari lezatnya makanan di meja makan kami terjun menuju pasar Senggol untuk hunting barang bermerek cap karung. Ryan dari tadi kulihat telah bernafsu untuk segera bertemu dengan buruannya, jacket bermerek sisa dari Asia Timur. Riuh pedagang menawarkan barangnya “barang baru..barang baru”.
Antrian dan desakan pengunjung di malam minggu membuatku gerah, peluh mengucur membasahi tubuh. Aku juga mencuri pandang dari deretan pakaian-pakain dan tas cap karung berharap mendapatkan baru bagus yang bisa diciduk alais ditawar dengan harga yang pas dengan kantong. Setelah beberapa saat berkeliling akhirnya aku mendapatkannya. Satu tas dengan desain yang sama yang biasa dipakai oleh militer. Gagah seperti karung pasir tinju, sangar warnanya dan kokoh talinya.

Tas CAKAR
Ryan sudah mendapatkan incarannya, Tahir bahagia karena telah berhasil menawar satu lembar celana training panjang merek Adidas masi Cap Karung tentunya. Dwi tidak membeli apa-apa dia hanya meminta diantar ke took makanan. Ia ingin membeli coklat ole-ole untuk teman-teman yang ditinggal di posko KKN. Kami pulang ke rumah Dwi untuk beristirahat, bermalam satu malam dan paginya kami balik ke Pangkep.

Pantai Pare-pare
Di Jalan Hasanuddin, Pare-pare


Comments

Popular posts from this blog

Sandra Yang Kukenal

Sandra Dewi Hubungan saya dengan wanita kelahiran Pangkalpinang, Bangka Belitung itu tidak sedekat dulu. Perbedaan keyakinan dan kesibukan masing-masing membuat kami jarang memiliki waktu untuk bertemu. Ketika Sandra Dewi memutuskan pindah ke Jakarta pada tahun 2001 untuk melanjutkan kuliahnya, saya tetap tetap tinggal di kampung saya di Galesong dan melanjutkan sekolah di bangku kelas 6 Sekolah Dasar. Kecantikannya membuat wanita penggemar Disney ini banyak dilirik oleh produser dunia hiburan di Jakarta. Awalnya hanya ikut kontes kecantikan, ia menang. Setelahnya, karirnya terus menanjak. Sandra, begitu saya sering memanggilnya dulu, ini terlibat di beberapa proyek film layar lebar yang membuat namanya semakin tenar. Ia kemudian mencoba peruntungan di dunia tarik suara, kurang sukses, tapi namanya sudah terlanjur tenar. Karena tuntutan profesi dan cicilan yang masih banyak, Sandra kemudian menjadi presenter sebuah acara musik di stasiun TV swasta di Jakarta. Acara ini berlangsung cuku...

Menu Yang Sama

Penjual Daging Ayam di Bontopajja Waktu seperti berhenti di tempat jagal ayam potong. Bunyi pisau menyayat setiap bagian danging dan tulang ayam, menghadirkan irama yang perlahan menyadarkankanku, Ramadan akan segera beranjak pergi. Semacam ritual tahunan menjelang hari raya idul Fitri. Tahun ini giliranku mencari bahan opor ayam. Pukul sebelas lebih sedikit, saya memilih datang lebih awal saat antriannya belum ramai. Belajar dari tahun-tahun sebelumnya waktu sore menjadi saat yang tidak saya sarankan datang ke tempat jagal ini. Menu opor telah menjelma sebagai rasa yang mewakili kepergian bulan ramadan. Karinya seperti ucapan "see you goodbye". Aroma kelapa dan santannya menjadi pelatuk momen perpisahan. Besok tak sama lagi walau menu yang hadir mungkin sama. Kehangatan bulan kesembilan dalam penanggalan hijriah ini memang tak ada tandingannya. Dahaga dan lapar adalah bumbu dari perjuangan sebulan lamanya. Entah dari mana tetapi magis bulan ramadan selalu sama dan akan tetap...

Ridwan Sau dan Gen Z

Ridwan Sau Ridwan Sau seperti mendapatkan angin keduanya di era sosial media ini. Pelantung lagu daerah berbahasa Makassar yang tenar di awal era 2000-an kini kembali sibuk mengisi panggung-panggung di sekitaran Sulawesi. Lagunya yang akrab di teliga remaja 90-an ke bawah ini juga ternyata bisa sangat diterima oleh generasi-Z. Fenomena Ridwan Sau, menjadi bukti bahwa lagu-lagu pop daerah tak lekang oleh waktu. Di era digital ini, di mana musik modern dan internasional mendominasi, lagu-lagu lawas seperti yang dipopulerkan oleh Ridwan Sau kembali digemari oleh generasi muda, khususnya Gen Z. Media sosial, seperti TikTok dan YouTube, menjadi platform utama yang mempopulerkan kembali lagu-lagu pop daerah. Gen Z, yang dikenal aktif di media sosial, terpapar dengan konten-konten kreatif yang menggunakan lagu-lagu tersebut. Data menunjukkan bahwa 85% Gen Z di Indonesia menggunakan TikTok [Sumber: Katadata]. Platform ini telah melahirkan tren baru, seperti "dance challenge" dan ...